Peserta saat bersiap mengikuti ujian menggunakan Computer Assisted Tes (CAT) Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Pemprov Jatim di Badan Kepegawaian Negara Kantor Regional II Surabaya di Sidoarjo, Jumat (26/10). CPNS Pemprov Jatim diikuti 62.321 peserta yang akan merebutkan lowongan formasi sebanyak 1.065 orang. Artikel ini telah tayang di Tribunstyle.com dengan judul Hasil Tes SKD CPNS 2018, 8 Daerah Umumkan Nilai Peserta Lolos Passing Grade, Cek Skor Sainganmu !, http://style.tribunnews.com/2018/11/18/hasil-tes-skd-cpns-2018-8-daerah-umumkan-nilai-peserta-lolos-passing-grade-cek-skor-sainganmu . Penulis: Mohammad Rifan Aditya Editor: Dimas Setiawan Hutomo

Wajar bila Bendung Cisokan berikut puluhan kilometer saluran irigasinya merupakan salah satu infrastruktur penting yang dibangun pemerintah kolonial Belanda di Cianjur. Bahkan sejarawan Reiza D.Dienaputra (dosen Unpad) dalam “Cianjur: Antara Priangan dan Buitenzorg, Sejarah Cikal Bakal Cianjur dan Perkembangannya Hingga 1942” (Bandung 2004), menyebutkan pembangunan sarana irigasi Cihea telah berhasil mengubah Cianjur menjadi daerah penghasil beras di Priangan (Jawa Barat).
Namun begitu, di tahun-tahun awal keberadaannya, irigasi tersebut sempat merugikan penduduk Cianjur, yakni adanya wabah malaria. Wabah ini timbul karena saluran pengairan yang ada di seputar irigasi Cihea kurang dipelihara dengan baik. Akibatnya muncul rawa-rawa yang menjadi tempat bersarangnya nyamuk malaria.
“Kecepatan penanganan yang dilakukan Dinas Kesehatan Umum (Burgerlijke Geneeskundige Dienst) berhasil memberantas pusat penyebaran malaria, sehingga mampu mengembalikan daerah Cihea sebagai tempat tinggal yang nyaman dan daerah pesawahan yang baik,” .
Wabah malaria itu bukanlah tumbal pertama dari pembangunan irigasi Cihea. Justru korban lebih banyak terjadi ketika Bendung Cisokan, yang berlokasi di Cisuru, mulai dibangun. “Ribuan rakyat yang dikerahkan kolonial untuk membangun bendungan di Sungai Cisokan itu, banyak yang tewas karena kelaparan dan penyakit malaria,” tutur Bah emen (75), warga Cikondang, yang mendengar cerita pilu ribuan rakyat saat membangun Bendung Cisokan itu dari almarhum ayahnya.
Korban tewas terjadi terutama disaat rakyat membangun terowongan air berdiameter 3 m sepanjang 1.200 m. Karena memang terowongan yang mengalirkan air dari Bendung Cisokan ke saluran irigasi Cihea itu merupakan bagian paling berat dari proyek tersebut. Terowongan ini dibuat dengan menelusuri tebing Sungai Cisokan yang merupakan daerah berbatu cadas.
Ribuan rakyat, yang sebagian di antaranya didatangkan dari luar Cianjur, dikerjapaksa untuk melubangi tebing cadas itu dengan peralatan sederhana: belincong, linggis dan pacul. Sedangkan makanan sangat kurang. Tak heran bila banyak rakyat yang tewas karena kalaparan.
“Penyakit malaria juga merajalela. Maklum daerah Cisuru saat itu merupakan hutan belantara. Rakyat yang terkena penyakit tersebut banyak yang tidak tertolong, karena belum ada obatnya,” ujar Bah Emen.
Usai membuat terowongan air, rakyat kembali kerja paksa membuat saluran irigasi dengan lebar 5-10 m menelusuri tebing bukit hingga ke daerah dataran Cihea. Korban meninggal saat membuat saluran irigasi yang sekarang disebut warga setempat sebagai Walungan (Sungai) Cisuru itu khabarnya juga tidak sedikit. Terutama karena terserang penyakit malaria.
“Pengorbanan ribuan rakyat waktu itu, tidaklah sia-sia. Karena Bendung Cisokan berikut saluran irigasinya sampai sekarang masih berfungsi dengan baik. Sekalipun dimusim kemarau, ribuan hektar sawah di Cihea, Bojongpicung dan Ciranjang, tetap bisa ditanami padi satu atau dua kali setahun,” katanya.
Scrift : Adi setiawan
My Creative
My Creative
Comments
Post a Comment